Karakter Dan Gambaran Diri Pendidik Paud

PAUD-Anakbermainbelajar---Pendidikan merupakan proses pembentukan pribadi secara utuh, dimana proses pendidikan berlangsung secara sistematis dan sistemik. Sistematis berarti berlangsung sedikit demi sedikit dan berkesinambungan sedangkan sistemik berarti berlangsung pada semua situasi lingkungan dan sistem baik keluarga, sekolah, masyarakat, dan negara yang melembaga. http://paud-anakbermainbelajar.blogspot.com/

Karakteristik pendidik ialah sebagai; 1) seseorang yang dituntut untuk janji terhadap profesinya, orang yang selalu berusaha memperbaiki dan memperbarui cara kerjanya sesuai dengan tuntutan zaman, 2) seseorang yang mempunyai ilmu, yang bisa menangkap hakikat sesuatu, orang yang bisa menjelaskan hakikat dalam pengetahuan yang diajarkannya, 3) seseorang yang kreatif, yang bisa menyiapkan penerima didiknya semoga bisa berkreasi, sekaligus mengatur dan memelihara hasil kreasinya untuk tidak menjadikan malapetaka bagi dirinya, masyarakat, dan alam sekitar, 4) seseorang yang berusaha menularkan penghayatan moral atau kepribadian kepada penerima didiknya, 5) seseorang yang berusaha mencerdaskan penerima didiknya, melatihkan banyak sekali keterampilan mereka sesuai bakat, minat, dan kemampuan. 6) seseorang yang beradab.

Seorang pendidik anak usia dini, berdasarkan Megawangi (2005), perlu mempunyai karakteristik-karakteristik sebagai berikut :

1. Menanamkan Kebaikan Tanpa Pamrih

Seorang pendidik walaupun telah berusaha menjadi pendidik yang ideal, tetapi belum menjamin akan berhasil dalam membantu perkembangan anak, sebab banyak faktor lain yang mempengaruhinya, contohnya pendidikan di rumah, efek kawan, dan sebagainya. Namun dengan menunjukkan layanan pendidikan dan bimbingan yang penuh perhatian, kasih sayang, siswa akan menjadi lebih baik. Lebih-lebih pada pendidikan anak usia dini, hasil pendidikan tidak akan segera nampak hasilnya. Ada sebuah teori yang disebut sleeper effect, yang menyatakan bahwa imbas pendidikan, risikonya gres terlihat beberapa tahun kemudian. Oleh sebab itu satu karakter penting untuk dimiliki pendidik ialah "mendidik (menanamkan kebaikan) tanpa pamrih".

Alkisah ada seorang berjulukan Johny yang bahagia berkelana. Ia selalu mengantongi segenggam biji apel dikantonya. Kemanapun ia pergi, ia selalu menebar biji apel, sehingga ia populer dengan Johny Appleseed. Ia tidak berpikir apakah benih yang ditebarkan akan tumbuh dan ia juga tidak berniat menikmati buahnya, atau berteduh di bawahnya. Apa yang dilakukan Johny the Appleseed ternyata menubuhkan beribu-ribu pohon apel yang dinikmati ribuan orang, yang mana Johny tidak bisa melihat hasilnya.

Ada sebuah teori yang sanggup menunjukkan wangsit mengenai dampak berkelanjutan dari menanam sebuah kebajikan, walaupun sekecil apapun, yaitu Chaos Theory (Teori Chaos) dari James Gleick, yang mengenalkan konsep imbas kupu-kupu (Butterfly effect) yang berbunyi : seekor kupu-kupu yang mengepakan udara dengan sayapnya hari ini di Beijing, sanggup mengakibatkan angin kencang di New York tahun depan. Konsep ini mengajarkan kepada kita bahwa sekecil apapun tindakan kita sekarang, akan mempunyai dampak besar di kemudian hari. Konsep ini menunjukkan peringatan kepada kita untuk berhati-hati dalam berpikir, berkata dan bertindak, sebab kita tidak sanggup memprediksi bagaimana dampak hebatnya di masa depan.

Dalam Chaos Theory ditengkan mengapa sebuah kepakan sayap kupu-kupu bisa membentuk pola (pattern) yang khas. Pernahkan kita bayangkan mengapa Austria melahirkan orang-orang jenius dan kreatif, menyerupai para komposer dunia menyerupai John Strauss, Mozart, Schubert dan Mahler. Psikolog Sigmud Freud, Ekonom Loudwig atau negara Singapura bebas korupsi, atau warga korea di Seoul yang turun ke jalan berpesta pora merayakan kemenangan tim sepak bolanya masuk final, tetapi tidak membuat satu pohonpun patah, tidak ada satu pot bungapun rusak, dan tidak ada satu pun botol minuman yang tergeletak di jalan.

Terbentuknya sebuah pola dalam Chaos Theory diterangkan oleh adanya sebuah konsep : Strange attractor yaitu magnet yang sanggup menarik apa saja yang mempunyai kualitas yang sama. Hal ini sanggup diilustrasikan contohnya :

Ada kerumunan burung dari banyak sekali jenis yang sedang makan biji-bijian yang tersebar di atas tanah. Tiba-tiba ada sebuah kejutan yang mengakibatkan semua burung beterbangan. Sudah sanggup dipastikan bahwa burung akan terbang bersama burung-burung lainnya yang sejenis dan tidak pernah masuk dalam kelompok burung lain.

Adanya daya tarik yang asing (strange attractor) dalam sebuah sistem sosial akan menjadi daya tarik bagi mereka yang memang pada prinsipnya mempunyai kualitas yang sama dengan daya tarik itu. Semakin banyak orang tertarik dan berkumpul dalam kerumunan sistem itu, maka akan membentuk sebuah pola dengan ciri khas perilakunya. Sebuah organisasi yang korup, akan menarik orang-orang yang tidak jujur sebab tertarik oleh daya magnet sikap korup. Begitu pula organisasi yang baik bisa menjadi magnet yang sanggup menarik orang-orang baik untuk berkumpul bersama melaksanakan kebajikan. Namun mungkin saja suatu kerumunan baik akan terdapat beberapa orang yang tidak baik, begitu pula sebaliknya, sebab disebut teori chaos atau teori kekacauan.

Biasanya orang-orang yang baik dalam kerumunan jahat suatu ketika akan terlempar dari sistem sosial yang ada kini sebab mereka tidak tahan hidup ditengah-tengah kerumunan orang yang pola tingkah lakunya bertentangan dengan hati nuraninya. Begitu pula orang-orang tidak baik berada dalam kerumunan orang baik suatu ketika akan terlempar keluar.

Orang-orang yang baik terlepar dari kerumunan jelek ialah mereka yang mempunyai lentera hati nurani yang terang benderang sehingga sanggup menjadi Strange attractor gres yang sanggup menarik orang yang perkepribadian sama. Selanjutnya sanggup mengubah sistem sosial yang ada menjad pola gres yang positif. Begitu pula, para pendidik yang mempunyai nurani yang kuat, akan tidak tahan berada dalam sebuah birokrasi pendidikan yang buruk, sehingga akan terlempar dari sistem tersebut, dan berani untuk memulai suatu yang berbeda dan mau mengadakan "perubahan" siapa tahu para pendidik yang menyadari fungsinya sebagai "pendidik, membangun gambaran positif anak" akan berkumpul bersama pundak membahu membentuk karakter anak didiknya.

Akhirnya sanggup disimpulkan bahwa, pendidik anak usia dini dalam melaksanakan tugasnya senantiasa mengedepankan kode etik "menanam kebaikan tanpa pamrih menyayangi anak", dengan asah, asih, dan asuh, mendidik dan mengasuh dengan kasih sayang semata sebab amanah Allah SWT, Tuhan Yang Maha Kuasa.
http://paud-anakbermainbelajar.blogspot.com/

2. Membangun Citra Diri Positif Anak

Banyak sikap guru yang sanggup membunuh karekter anak, yaitu dengan membuat anak merasa rendah diri. Seorang guru yang tidak pernah memberi kebanggaan atau kata-kata positif, kecuali cemoohan dan kata-kata negatif akan membuat muridnya menjadi tidak percaya diri. Rasa tidak percaya diri yang telah terbentuk semenjak anak usia dini akan terbawa hingga dewasa.

Peran guru dalam membangun gambaran diri yang positif pada anak sangat besar, sehingga sebuah sekolah dasar di Medford Massachusetts yang berjulukan Dame School, membuat kebijakan untuk membangun gambaran diri positif kepada murid-muridnya.

Kisah Dame School, menyatakan bahwa seluruh murid sekolah dasar dari kelas 1 hingga kelas 3, dihentikan diberikan nilai angka atau abjad di raportnya, tetapi hanya berupa uraian consisten dan not consisten, berbeda dengan di Indonesia raport anak di isi dengan angka, bahkan diberi peringkat atau ranking. Menurut mereka, kalau seorang anak usia di bawah 9 tahun diberikan nilai (baik dan buruk), maka akan "memvonis" anak; pintar, sedang dan bodoh. Padahal bawah umur pada usia itu masih tersu berkembang kemampuannya. Baru nanti ketika anak sudah kelas empat SD, nilai mulai diberikan, tetapi ranking tetap tidak diberikan.

Hasil Kerha Harian murid-murid cukup diberikan "nilai" dengan gambar stiker (bintang, bunga atau mobil) atau dengan goresan pena gurunya yang berbunyi : good dan good effort. Ternyata dengan cara ini, bawah umur bersemangat untuk mengerjakan tugasnya dengan baik, sebab sesudah selesai guru akan menempelkan stiker di lembar bukunya. Dalam menyelidiki hasil kerja, guru tidak mencoret hasil kerja anak yang salah, tetapi dengan membetulkannya dengan cara menuliskan balasan yang benar disamping hasil kerja anak yang salah.

Murid-murid didorong untuk aktif berdiskusi, dan guru selalu memberi komentar positif kepada setiap pendapat yang dilontarkan kepada anak. Dengan cara ini murid-murid menjadi bersemangat untuk tetap masuk sekolah. Bahkan anak bertekad untuk tetap masuk sekolah walaupun suhu badannya panas tinggi.

Di Dame school, waktu libur panjang ialah waktu yang membosankan, tetapi waktu sekolah ialah waktu yang menyenangkan. Anak-anak begitu menyayangi sekolahnya, sebab gurunya telah berhasil membuat suasana berguru yang menyenangkan yang membuat anak antusias untuk belajar. Kalau anak bahagia hatinya, maka potongan limbik otaknya akan terbuka, sehingga anak dengan gampang menyerap pelajaran yang diberikan. http://paud-anakbermainbelajar.blogspot.com/

3. Guru sebagai Model/Tokoh Idola Anak

Seorang filsof Yunani, Aesop, menulis di dalam dongeng sebuah kisah yang menarik, yakni seekor kepiting. Ceritanya sebagai berikut:

Suatu hari seekor kepiting bertanya kepada anaknya "mengapa kau berjalan menyamping menyerupai itu anakku? Seharusnya kau berjalan lurus kedepan "Anak kepiting menjawab" tunjukan bagaimana dulu caranya bu...., nanti saya akan menirunya. Kepiting bau tanah berusaha mencontohkan bagaimana berjalan lurus, tetapi tidak berhasil.

Kisah di atas menggambarkan betapa seringnya kita sebagai epndidik mengkritik dan menyalahi sikap anak kita . Padahal sikap ialah hasil dari proses sosialisasi dan pendidikan yang diberikan dari lingkungannya, terutama dari orang bau tanah atau pendidik. Seseorang telah menceritakan wacana pengalamannya dengan seorang guru, yang berjulukan Muhayaidden, bahwa ia telah meminta nasehat bagaimana mendidik anaknya semoga menjadi anak yang baik dan beraklak mulia. Sang guru tidak menunjukkan balasan yang panjang dan berteori, tetapi hanya dengan "perbaiki saja diri kau dulu, nanti dengan sendirinya anak kau akan menjadi baik ".Thomas Lickona menyampaikan bahwa "values are caught", nilai-nilai yang ditangkap anak ialah melalui teladan dari guru dan orang tuanya. Nilai-nilai ialah yang diterangkan eksklusif oleh gurunya.

Menjadi pendidik PAUD tidak cukup hanya berbekal kurikulum atau Acuan Pembelajaran Menu Generik, tetapi juga menyangkut bagaimana guru sebagai pendidik menjadi idola bagi muridnya. Bagaimana ciri-ciri guru yang menjadi idola murid-muridnya, antara lain sebagai berikut:

(a) anak bersemangat kesekolah, bawah umur tidak sabar bersekolah dan hari-hari libur menjadi hari yang membosankan (b) anak akan menyampaikan sayang atau suka kepada gurunya kalau ditanyakan apakah mereka menyayangi gurunya, (c) anak selalu merindukan gurunya dan (d) anak akan mengerjakan kiprah yang diberikan, sebab tidak ingin mengecewakan gurunya.

Pengalaman seorang guru berjulukan Bill Rose, menyerupai dungkapkan di atas ialah salah satu bukti bagaimana seorang guru yang berusaha menumbuhkan rasa percaya diri murid-muridnya dengan penuh perhatian dan kasih sayang (etika kepribadian) sehingga membuat murid-muridnya mau bekerja keras untuk menyenangi gurunya.

Inti dari pesan dalam sub potongan ini ialah bagaimana ampuhnya sosok panutan orangtua atau guru dalam mempengaruhi sikap anak. Apabila kita ingin menjadikan diri sebagai tokoh panutan, maka diri kita sendiri harus diperbaiki dulu.  http://paud-anakbermainbelajar.blogspot.com/

4. Mendidik dengan Mencelupkan Diri

Seorang pendidik yang berhasil ialah yang sanggup mencelupkan dirinya secara menyeluruh, pikiran dan perasaan, sanggup membangun personal dengan murid-muridnya, mempunyai kemampuan komunikasi secara efektif, bisa mengelola emosi dengan baik, bisa menghidupkan suasana yang menarik dan menyenangkan semoga anak bahagia berjalan/bermain.

Mencelupkan diri secara total memang memerlukan sikap dan pengabdian dan kecintaan terhadap profesi yang sedang dijalani. Seorang guru yang sanggup mencelupkan dirinya pada profesinya sebagai guru ialah seorang sanggup berkontemplasi (merenungkan) perasaan, pikiran dan perilakunya secara rutin semoga sanggup melihat kekurangan-kekurangan yang ada pada dirinya. Seorang guru bukan berarti harus sempurna, tetapi diperlukan utnuk memperbaiki dan mengontrol terus tindakannya semoga tetap dijadikan model konkrit bagi murid-muridnya.

Seringkali orang tidak mau mendapatkan atau mengakui bahwa dirinya masih banyak kekurangan. Merasa dirinya sudah benar, mustahil salah dan tidak ingin dikeritik dan disalahkan. Menurut Carl G. Jung, setiap insan mempunyai sisi gelap, kalau kita tidak mendapatkan keberadaan sisi gelap tersebut, maka sifat-sifat gelap akan menjadi kekuatan yang suatu ketika akan keluar dan terlihat orang lain, walaupun diri kita tidak menyadarinya. Inilah yang mengakibatkan banyak insan yang tidak konsisten antara kata-kata dan tindakannya.

Guru yang demikian tidak sanggup menjadi model bagi murid-muridnya, bahkan malah bisa menjadi bahaya, sebab kalau murid-muridnya menilai guru seringkali berkata moral, tetapi tidak dalam tindakan. Akibat negatif lain dari sisi penolakan sisi gelap ialah ingin memarahi orang lain yang dianggap bersalah. Murid-murid biasanya akan menjadi tumpahan kemarahan guru, yang bahwasanya ialah kemarahan pada sifat yang ada dalam diri guru sendiri, guru yang sering menyalahkan murid-murid, tidak akan menjadi pendidik yang efektif.

Oleh sebab itu, seorang guru sebagai pendidik anak usia dini hendaknya terus menerus untuk melihat kekurangan dan mengevaluasi diri dan berusaha untuk terus memperbaiki segala kekurangan demi membentuk gambaran diri guru yang positif.

Citra diri guru sanggup dimaksudkan sebagai gambaran wacana diri pribadi guru yang diberikan apresiasi oleh masyarakat. Penilaian yang diberikan oleh masyarakat terhadap guru bisa positif atau negatif tergantung kepada kepribadian maupun karkater yang muncul sebagai wujud profesi guru secara utuh. Citra diri Positif (positive self-image) sanggup membangun dan mempermudah karir seseorang, sebab ia memandang positif kepada kemampuan diri, melihat kelebihan diri, bukan kekurangannya. Dengan berpikir positif pada diri, membuat dirinya berharga. http://paud-anakbermainbelajar.blogspot.com/

Seseorang yang mempunyai gambaran diri yang positif akan mendapatkan banyak sekali manfaat, baik yang berdampak positif bagi dirinya sendiri maupun untuk orang-orang di sekitarnya. Manfaat-manfaat yang terasakan oleh si empunya gambaran diri positif dan lingkungannya tersebut adalah:

1) Guru akan membawa Perubahan Positif

Guru yang mempunyai gambaran diri positif senantiasa mempunyai inisiatif untuk menggulirkan perubahan positif bagi lingkungan daerah ia berkarya. Mereka tidak akan menunggu semoga kehidupan menjadi lebih baik, sebaliknya, mereka akan melaksanakan perubahan untuk membuat kehidupan menjadi lebih baik. Perubahan positif tidak hanya terasakan oleh dirinya, namun juga oleh lingkungannya. 

2) Mengubah Krisis Menjadi Keuntungan

Selain membawa perubuhan positif, guru yang mempunyai gambaran positif juga bisa mengubah krisis menjadi kesempatan untuk meraih keberuntungan. Citra diri yang positif mendorong guru untuk menjadi pemenang dalam segala hal. Menurut orang-orang yang bercitra diri positif, kekalahan, kegagalan, kesulitan dan kendala sifatnya hanya sementara. Fokus perhatian mereka tidak melulu tertuju kepada kondisi yang tidak menguntungkan tersebut, melainkan fokus mereka diarahkan pada jalan keluar. Seringkali kita memandang pada pintu yang tertutup terlalu lama, sehingga kita tidak melihat bahwa ada pintu-pintu kesempatan yang terbuka untuk kita.  http://paud-anakbermainbelajar.blogspot.com/

Demikian wacana karekter dan gambaran diri Pendidik, khususnya pendidik PAUD, Semoga bermanfaat untuk bunda para guru dan pendidik PAUD dalam rangka membangun gambaran diri yang positif ini, terimakasih.  

Sumber: Dirangkum dari Buku Seri Bahan Ajar Diklat Berjenjang Tingkat Dasar "Etika dan Karakter Pendidik PAUD" Dirjen PAUD, Nonformal, dan Informal, Direktoran Pembinaan PTK PAUD, Nonformal, dan Informal, tahun 2013. 

0 Response to "Karakter Dan Gambaran Diri Pendidik Paud"

Posting Komentar